SEDIKIT SOAL KESETARAAN GENDER

Kesetaraan gender berarti kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, hukum, ekonomi, sosial budaya, pendidikan dan pertahanan dan keamanan nasional (hankamnas), serta kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan tersebut. Kesetaraan gender juga meliputi penghapusan diskriminasi dan ketidak adilan struktural, baik terhadap laki-laki maupun perempuan. Keadilan gender adalah suatu proses dan perlakuan adil terhadap perempuan dan laki-laki. Dengan keadilan gender berarti tidak ada pembakuan peran, beban ganda, subordinasi, marginalisasi dan kekerasan terhadap perempuan maupun laki-laki. Kata Gender berasal dari bahasa Inggris, berarti jenis kelamin. Dalam Webster’s New World, gender diartikan sebagai “perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah laku”. Sedangkan dalam Women’s Studies Encyclopedia dijelaskan bahwa gender adalah “suatu konsep kultural yang berupaya membuat pembedaan (distinction) dalam hal peran, perilaku, mentalitas dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat”. “Gender merujuk pada peranan dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan yang diciptakan dalam keluarga, masyarakat dan budaya”(UNESCO, 2007). Begitu pula pemahaman konsep gender menurut HT.Wilson (1998) yang
memandang gender sebagai “suatu dasar untuk menentukan perbedaan sumbangan laki-laki dan perempuan pada kebudayaan dan kehidupan kolektif yang sebagai akibatnya mereka menjadi laki-laki dan perempuan”. Seiring dengan pengertian Gender menurut Yanti Muhtar (2002), bahwa Gender dapat diartikan sebagai “jenis kelamin sosial atau konotasi masyarakat untuk menentukan peran sosial berdasarkan jenis kelamin”. Sementara Mansour Fakih (2008:8) mendefinisikan gender sebagai “suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural”. Dari beberapa definisi tentang gender yang telah diungkapkan diatas dapat dikatakan bahwa gender merupakan jenis kelamin sosial, yang berbeda dengan jenis kelamin biologis. Dikatakan sebagai jenis kelamin sosial karena merupakan tuntutan masyarakat yang sudah menjadi budaya dan norma sosial masyarakat yang melekat pada kaum laki-laki dan perempuan dan membedakan antara peran jenis kelamin laki–laki dan perempuan Itulah pengertian Gender atau definisi Gender. Cari makna istilah lainnya hanya di situs definisi dan pengertian Terwujudnya kesetaran dan keadilan gender ditandai dengan tidak adanya diskriminasi antara perempuan dan laki-laki, dan dengan demikian mereka memiliki akses, kesempatan berpartisipasi, dan kontrol atas pembangunan serta memperoleh manfaat yang setara dan adil dari pembangunan. Memiliki akses dan partisipasi berarti memiliki peluang atau kesempatan untuk menggunakan sumber daya dan memiliki wewenang untuk mengambil keputusan terhadap cara penggunaan dan hasil sumber daya tersebut. Memiliki kontrol berarti memiliki kewenangan penuh untuk mengambil keputusan atas penggunaan dan hasil sumber daya. Sehingga memperoleh manfaat yang sama dari pembangunan. Pengertian gender dan seks Gender adalah perbedaan dan fungsi peran sosial yang dikonstruksikan oleh masyarakat, serta tanggung jawab laki-laki dan perempuan Sehingga gender belum tentu sama di tempat yang berbeda, dan dapat berubah dari waktu ke waktu. Seks/kodrat adalah jenis kelamin yang terdiri dari perempuan dan laki-laki yang telah ditentukan oleh Tuhan. Oleh karena itu tidak dapat ditukar atau diubah. Ketentuan ini berlaku sejak dahulu kala, sekarang dan berlaku selamanya. Gender bukanlah kodrat ataupun ketentuan Tuhan. Oleh karena itu gender berkaitan dengan proses keyakinan bagaimana seharusnya laki-laki dan perempuan berperan dan bertindak sesuai dengan tata nilai yang terstruktur, ketentuan sosial dan budaya ditempat mereka berada. Dengan demikian gender dapat dikatakan pembedaan peran, fungsi, tanggung jawab antara perempuan dan laki-laki yang dibentuk/dikonstruksi oleh sosial budaya dan dapat berubah sesuai perkembangan zaman. Dengan demikian perbedaan gender dan jenis kelamin (seks) adalah Gender: dapat berubah, dapat dipertukarkan, tergantung waktu, budaya setempat, bukan merupakan kodrat Tuhan, melainkan buatan manusia. Lain halnya dengan seks, seks tidak dapat berubah, tidak dapat dipertukarkan, berlaku sepanjang masa, berlaku dimana saja, di belahan dunia manapun, dan merupakan kodrat atau ciptaan Tuhan. Mari kita simak tulisan dari Skylashtar- Maryam yang dimuat di filsafat.kompasiana.com, tulisan yang berkaitan dengan Kesetaraan Gender, sebagai berikut : ______________________________________________________________________________ Aku Bukan Feminis Feminisme (tokohnya disebut Feminis) adalah sebuah gerakan perempuan yang menuntut emansipasi atau kesamaan dan keadilan hak dengan pria. (Wikipedia) Saya sering disangka sebagai feminis ketika berbicara atau menulis tentang perempuan, baik itu dalam puisi, cerpen, atau artikel saya di blog dan FB. Saya lebih sering disangka feminis ketika ngobrol langsung dengan orang-orang. Mungkin ketika ngobrol nada saya tinggi dan sesekali mencibir, sedangkan di dalam tulisan kata-kata saya cenderung menyudutkan kaum lelaki. Dilihat dari definisi feminis yang saya dapat di wikipedia tersebut di atas, terlihat jelas bahwa feminisme menuntut kesetaran. Mungkin saya begitu, tapi saya tidak merasa begitu. Okelah, saya banyak koar-koar tentang perempuan dan kemandirian ekonomi, tentang P3K ketika mengalami KDRT, tentang hak perempuan untuk mendapatkan kesempatan dalam hal pendidikan dan pekerjaan, dan isu-isu gender lainnya, namun saya tetap tidak merasa menjadi feminis karena menulis itu. Kesetaraan gender itu apa sih? Menurut saya, kesetaraan gender itu bukan pemerataan dalam konsep utopis yang menuntut bahwa perempuan harus disamakan dengan lelaki. Ya jelas tidak bisa, wong perempuan dan lelaki diciptakan dengan struktur yang berbeda, kok. Gimana mau disamakan? Perempuan diciptakan seperti ini (seperti saya), dengan rahim dan payudara, dengan kulit halus dan jari-jari lentik bukannya tanpa tujuan. Lelaki diciptakan seperti itu (seperti Anda para lelaki), dengan testis dan jakun, dengan lengan kekar dan dada bidang juga bukan tanpa tujuan. Karena perempuan adalah ibu dan istri yang akan mengandung, melahirkan, menyusui, dan satu-satunya tempat mengadu jika kita sedang sedih dan ketika ingin menangis. Karena laki-laki adalah suami dan ayah yang akan bekerja di luar untuk mencari nafkah. Kalau saya banyak teriak-teriak tentang hak-hak perempuan, itu bukan berarti saya feminis. Karena saya tidak akan begitu bodoh untuk mengimami Shalat Jumat misalnya. Saya juga tidak mengerti tentang feminis liberal, radikal, atau jenis feminis lainnya. Yang saya tahu bahwa perempuan berhak mendapatkan apa-apa yang dia usahakan dan laki-laki berhak mendapatkan apa-apa yang dia usahakan. Saya sering membuat status di FB yang menyinggung-nyinggung isu gender. Tentang bahwa laki-laki itu penipu lah, tidak punya otak lah, tidak punya hati lah, atau punya hati tapi tak dipakai lah (tentu status saya tidak eksplisit seperti ini, karena biasanya diolah memakai ramuan puitis ^^), ada yang membenarkan (kebanyakan perempuan) dan ada yang juga yang menyanggah (tentu saja laki-laki). Tapi apakah itu lantas menjadikan saya feminis? Saya rasa tidak. Perempuan dan kemandirian ekonomi adalah wacana sosial yang sudah banyak dilakukan bahkan sejak ribuan tahun lalu. Masih ingat Khadijah istri Rasulullah? Beliau adalah enterpreneur perempuan berpendapatan tinggi, bahkan lebih tinggi dari suaminya sendiri. Jadi salah kalau saya mengajak perempuan lainnya untuk bekerja, untuk berkarya, untuk menghasilkan uang sendiri? Yang salah adalah jika saya mengajak perempuan lainnya untuk mencari uang dengan menelantarkan suami dan anak. Yang saya tekankan bukan bekerja di luar rumah, tetapi menghasilkan karya yang mendatangkan income. Entah itu misalnya membuka katering, membuka warung makan, membuka les, menulis, dan kegiatan lain yang tetap mendatangkan uang tapi tidak harus keluar rumah sehingga anak dan suami tetap terurus. Ah, iya… ujung-ujungnya ke duit juga bukan? Maksud saya adalah, jika seorang perempuan sudah bisa mengatualisaikan diri baik itu di dalam maupun di luar rumah, jika terjadi apa-apa dalam rumah tangganya maka dia akan masih mampu bertahan secara finansial. Sudah banyak kita dengar berita tentang perempuan-perempuan yang terpaksa menjajakan diri untuk memenuhi kebutuhan hidup karena mereka tidak memiliki keahlian lain dan pendidikan yang cukup untuk mendapatkan pekerjaan yang layak dan halal. Ah, lagi-lagi motif ekonomi. Mereka terpaksa menjadi PSK karena ada perut-perut yang harus diberi makan. Coba kalau memiliki keahlian, pendidikan, dan kesempatan, apakah masih ada perempuan yang mau jadi PSK? Saya juga seringkali menulis tentang KDRT yang sedikit banyak melabeli diri saya sebagai feminis atau lesbi. Aduh maaf, dengan menulis itu bukan berarti saya berpindah orientasi seksual. Begini, dalam KDRT atau kekarasan terhadap perempuan lainnya, baik itu secara fisik maupun psikis, perempuan yang tadinya korban jadi terbalik menjadi tersangka. Kenapa begitu? Karena masyarakat selalu lupa bahwa perempuan, selain sebagai seorang istri adalah juga manusia yang harus dipelakukan selayaknya manusia. Bukan kantung pasir latihan tinju. Berikut adalah opini pihak berwajib jika ada seorang istri yang melapor karena dipukuli oleh suami: 1. Ah, kamunya aja kali yang nggak nurut sama suami, makanya dipukulin. 2. Makanya jadi istri itu harus tahu apa maunya suami. 3. Alah, nanti juga masih mau kok diajak tidur. 4. Kamu nggak becus mungkin. 5. Dan lain-lain, dan lain-lain. See? Ini pengalaman shahih. Jangan mau melapor jika belum ada visum dokter yang menjelaskan bahwa tulang Anda patah, gigi Anda rontok, atau muka Anda benjol-benjol. Saya tidak menuntut apa-apa, tidak menuntut kesetaraan yang berlebihan. Dengan menulis ini, saya hanya ingin perempuan dijadikan partner hidup, bukan budak. Pembahasan mengenai KDRT mungkin akan saya posting di tulisan lain. Ini hanya pembukaan. Saya hanya ingin mengajak Anda menelaah lebih lanjut, bahwa surga terletak di telapak kaki perempuan. Ibu Anda, istri Anda, putri Anda, dan Anda sendiri pembaca perempuan. Tolong jangan biarkan jalan menuju surga itu ternodai dengan tindakan-tindakan diskriminatif yang pada akhirnya membentuk perempuan-perempuan pembangkang karena selalu didera rasa sakit. PERBEDAAN SEKS DAN GENDER Konsep seks atau jenis kelamin mengacu pada perbedaan bilologis antara permpuan dan laki-laki; pada perbedaan antara tubuh laki-laki dan perempuan. Sebagaimana dikemukakan Moore dan Sinclair (1995) “definisi konsep seks tersebut menekankan pada perbedaan yang disebabkan oleh perbedaan kromosom pada janin. Dengan demikian, manakala kita berbicara engenai perbedaan jenis kelamin maka kita akan membahas perbedaan biologis yang umumnya dijumpai antara kaum laki-laki dan perempuan,seperti perbedaan pada bentuk, tinggi serta berat badan, pada struktur organ reproduksi dan fungsinya,pada suara, pada bulu badan dan sebagainya. Sebagaimana dikemukakan oleh Kerstan (1995), jenis kelamin (seks) bersifat biologis dan dibawa sejak lahir sehingga tidak dapat diubah. Contoh yang diberikannya : hanya perempuanlah yang dapat melahirkan, hanya laki-lakilah yang dapat menjadikan seorang perempuan hamil. Kalu Giddens menekankan pada perbedaan psikologis, sosial dan budaya antar laki-laki dan perempuan, maka ahli lain menekankan pada perbedaan yang dikonstruksikan secara sosial (Moore dan Sinclair, 1995), perbedaan budaya, perilaku, kegiatan, siakap (Macionis, 1996), perbedaan perilaku (Horton dan Hunt, 1984) atau pada perbedaan pengetahuan dan kesadaran seseorang (Lasswell dan Lasswell). Dari berbagai perumusan tersebut kita dapat melihat bahwa konsep gender tidak mengacu pada perbedaan biologis antara permpuan dan laki-laki, melainkan pada perbedaan psikologis, sosial dan budaya yang dikaitkan masyarakat antara laki-laki dan perempuan. Istilah gender pada awal dikembangkan sebagai suatu analisis ilmu social oleh Ann Oakley (1972, dalam Fakih, 1997) dan sejak saat itu menurutnya gender lantas dianggap sebagai alat analisis yang baik untuk memahami persoalan doskriminasi terhadap kaum perempuan secara umum. Gender berbeda dengan jenis kelamin (seks). Seks adalah pembagian jenis kelamin yang secara biologis dan melekat pada jenis kelamin tertentu. Oleh karena itu, konsep jenis kelamin digunakan untuk membedakan laki-laki dan perempuan berdasarkan unsure biologis dan anatomi tubuh. Misalnya, laki-laki memiliki penis, testis, jakun, memproduksi sperma dan cir-ciri biologis lainnya yang berbeda dengan biologis perempuan. Sementara perempuan mempunyai alat reproduksi seperti rahim, dan saluran-saluran untuk melahirkan, memproduksi telur (indung telur), vagina, mempunyai payudara dan air susu dan alat biologis perempuan lainnya sehingga bias haid, hamil dan menyusui atau yang disebut dengan fungsi reproduksi. Gender adalah konsep hubungan social yang membedakan fungsi dan peran antara laki-laki dan perempuan. Pembedaan fungsi dan peran antara laki-laki dan perempuan itu tidak ditentukan karena keduanya terdapat perbedaan biologis atau kodrat, melainkan dibedakan menurut kedudukan, fungsi dan peranan masing-masing dalam berbagai bidang kehidupan dan pembangunan. Heyzer memberi defenisi gender sebagai berikut: gender merupakan bentukan setelah kelahiran yang dikembangkan dan diinternalisasikan oleh orang-orang di lingkungan mereka. Dengan demikian gender sebagai suatu konsep merupakan hasil pemikiran atau rekayasa manusia, dibentuk oleh masyarakat sehingga gender bersifat dinamis dapat berbeda karena perbedaan adapt istiadat, budaya, agama dan system nilai dari bangsa, masyarakat, dan suku bangsa tertentu. Selain itu gender dapat berubah karena perjalanan sejarah, perubahan politik, ekonomi dan social budaya atau karena kemajuan pembangunan. Denga demikian gender tidak bersifat universal atau tidak berlaku secara umum akan tetapi bersifat situasional masyarakatnya. Oleh karena itu, tidak terjadi kerancuan dan pemutarbalikkan makna tentang apa yang disebut jenis kelamin (seks) dan gender. Gender tidak bersifat biologis melainkan dikonstruksikan secara sosial. Gender tidak dibawa sejak lahir melainkan melalui sosialisasi. Oleh sebab itu gender dapat berubah. Proses sosialisasi yang memebentuk presepsi diri dan aspirasi dalam sosiologi dinamakan sosialisasi gender. Sosialisasi gender berawal pada keluarga. Melalui proses pembelajaran gender seseorang mempelajari peran gender yang oleh masyarakat dianggap sesuai dengan jenis kelaminnya. Salah satu media yang digunakan orang tua untuk memperkuat identitas gender ialah mainan, yaitu dengan menggunakan mainan berbeda untuk tiap jenis kelamin. Buku cerita anak-anak merupakan media lain untuk melakukan sosialisasi gender. Kesadaran akan adanya sosialisasi gender melalui pola asuh anak ini telah menimbulkan keinginan untuk menerapkan pola asuh yang tidak bersifat seksis. Namun dalam praktik terbukti bahwa ide semacam ini tidak mudah dilaksanakan. Kelompok bermain merupakan agen sosialisasi yang telah sejak dini membentuk perilaku dan siakap kank-kanak. Sebagai agen sosialisasi, kelompok bermain menerapkan kontrol sosial bagi anggota yang tidak menaati aturannya. Sebagai agen sosialisasi gander, sekolah menerapkan pembelajaran gender melalui media utamanya, yaitu kurikulum formal. Pembelajaran kurikulum gender disekolah dapat pula berlangsung melalui kurikulum terselubung. Para guru sering memperlakukan siswa secara berbeda dengan siswa. Pemisahan yang mengarah ke segregasi menurut jenis kelamin sering terjadi manakala siswa mulai dijuruskan kebidang-bidang tertentu. B. BERBAGAI PENGERTIAN TENTANG GENDER Kata Gender berasal dari bahasa Inggris yang berarti jenis kelamin. Berikut ini adalah beberapa pengertian tenteng gender menurut beberapa sumber dan para ahli: 1) Elaine Showalter Mengartikan gender lebih dari sekedar pembedaan laki-laki dan perempuan dilihat dari konstruksi social budaya. Ia menekankannya sebagai konsep analisis ( an analytical concept ) yang dapat digunakan untuk menjelaskan sesuatu. 2) John M. echols dan Hassan Sadhily Gender adalah perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan apabila dilihat dari nilai dan tingkah laku. 3) Women Studies Ensiklopedia Bahwa Gender adalah suatu konsep kultural, berupaya membuat perbedaan (distinction) dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat. 4) Buku Sex and Gender (Hilary M. Lips) Gender sebagai harapan-harapan budaya terhadap laki-laki dan perempuan. Misalnya; perempuan dikenal dengan lemah lembut, cantik, emosional dan keibuan. Sementara laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan dan perkasa. Ciri-ciridari sifat itu merupakan sifat yang dapat dipertukarkan, misalnya ada laki-laki yang lemah lembut, ada perempuan yang kuat, rasional dan perkasa. Perubahan ciri dari sifat-sifat tersebut dapat terjadi dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat yang lain 5) Heddy Shri Ahimsha Putra (2000) Menegasakan bahwa istilah Gender dapat dibedakan ke dalam beberapa pengertian berikut ini: Gender sebagai suatu istilah asing dengan makna tertentu, Gender sebagai suatu fenomena sosial budaya, Gender sebagai suatu kesadaran sosial, Gender sebagai suatu persoalan sosial budaya, Gender sebagai sebuah konsep untuk analisis, Gender sebagai sebuah perspektif untuk memandang kenyataan. 6) H.T. Wilson (Se and Gender) Gender sebagai suatu dasar untuk menentukan perbedaan sumbangan laki-laki dan perempuan pada kebudayaan dan kehidupan kolektif yang sebagai akibatnya mereka menjadi laki-laki dan perempuan. Analisis gender akan memberi makna, konsepsi, asunsi, ideology, dan praktik hubungan baru antara kaum perempuan dan laki-laki serta implikasinya terhadap aspek-aspek kehidupan lainnya yang lebih luas. Gender menyangkut masalah sifat yang diberikan dan terwaris secara cultural, serta dipengaruhi oleh adat tradisi, mungkin juga tingkat pendidikan. Secara umum, pengertian Gender adalah perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan apabila dilihat dari nilai dan tingkah laku. Dalam Women Studies Ensiklopedia dijelaskan bahwa Gender adalah suatu konsep kultural, berupaya membuat perbedaan (distinction) dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat C. PERBEDAAN GENDER DAN LAHIRNYA KETIDAKADILAN Gender secara umum digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dari segi social-budaya. Sementara itu, sex secara umum digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dari segi anatomi biologi. Adanya ketidakadilan gender menurut beberapa pakar tercermin atau termanifestasikan dalam berbagai bentuk diantaranya: 1) Melalui proses pemiskinan ekonomi Gender dan marginalisasi atau proses pemiskinan ekonomi sebagai contoh karena kebijaksanaan pemerintahyang lalu memilih tekhnologi tanpa mempertimbangkan secara matang, misalnya penggunaan alat-alat canggih yang berakibat para petani yang biasa bekerja, tidak lagi dapat bekerja karena sudah digantikan dengan mesin. 2) Gender dan Subordinasi (sebuah posisi atau peran yg merendahkan nilai peran yg lain) Mengadopsi prinsip-prinsip eksistensialisme, dalam hal ini hubungan antar dua jenis,laki-laki selalu mengklaim dirinya sebagai subjek, sedangkan perempuan dianggap sebagai objek. Dia yakin suatu ketika perempuan akan menuntut dirinya menjadi subjek. Oleh karena itulah agar laki-laki selalu ingin menjadi bebas atau eksistensialisme, maka ia harus mensubordinasikan perempuan. 3) Gender dan Stereotipe (Pelabelan Negatif) Pelabelan,misalnya perempuan bertugas melayani suami dan merawat keluarganya, sehingga aspek penting untuk pendidikan dirinya dinomorduakan. Anggapan ini pun mempengaruhi keyakinan masyarakat bahkan dari perempuan itu sendiri. 4) Gender dan Kekerasan Kekerasan secara fisik maupun psikologis seperti: pemerkosaan, pemukulan, pemaksaan, dan penekanan terhadap perempuan. Kekerasan secara fisik terhadap perempuan masih banyak terjadi dan tidak bergantung pada tingkat pendidikan orang itu. Begitu pula tindak kekerasan psikologis inipun juga masih banyak seperti tidak bertanggungjawabnya seorang suami yang tidak memberi nafkah istri dan anak-anaknya, mencaci maki bahkan mengusir. 5) Jam kerja yang lebih lama dibandingkan dengan laki-laki Hal ini masih diperparah dengan sering pula diiringi dengan adanya penghargaan yang rendah bahwa urusan rumah tangga yang sangat menjelimet itu, sring dianggap rendah dan sepele. Hasil penelitian menunjukkan bahwa beban kerja perempuan itu lebih lama sekitar 6-7 jam setiap hari bila dibandingkan dengan laki-laki. Manifestasi ketidakadilan ini, telah mengakar, yang akhirnya dipercaya bahwa peran gender itu, seolah-olah merupakan kodrat. 6) 6) Marginalisasi (peminggiran). Perempuan adalah ratu dapur, hanya diberikan peran-peran assesoris dalam masyarakat. Perempuan tidak pantas menjadi pemimpin. Pekerjaan RT tidak dinilai / diperhitungkan. Perempuan tidak memiliki kesempatan yang luas juga upah kerja perempuan lebih rendah. Dalam pekerjaan perempuan tidak mendapat kesempatan yang sama karena dibatasi oleh kemampuan reproduksinya 7) Gender dan Beban kerja Beban kerja yang dianggap tidak sesuai atau terlalu bera, serta sosialisasi ideologi nilai peran gender. Anggapan bahwa perempuan memiliki sifat memelihara dan fungsinya sebagai ibu, rumah tangga menjadi tanggung jawab perempuan. Hal ini menyebabkan perempuan itu mempuanyai beban kerja yang kompleks dan berat, apalagi jika dia mempunyai profesi. Diposkan oleh Jannatul M.S di 4/22/2011 08:40:00 PM Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook Reaksi:
Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Zhend Guevara - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger